Kota Al-Fasher Jatuh di Tangan Pemberontak RSF, Apa Artinya Bagi Kelangsungan Perang Sudan?

2 hours ago 4

Pengungsi dari Sudan melakukan aksi protes di depan kantor UNHCR, Jakarta, Senin (3/11/2025). Dalam aksinya mereka menuntut pihak UNHCR untuk segera mengambil peran dalam menghentikan genosida yang terjadi di Sudan serta menjamin hak perlindungan keamanan bagi warga sipil. Konflik perang sipil yang terjadi di Sudan kini telah berlangsung selama lebih dari dua tahun dan eskalasinya terus meningkat. Terbaru, Pasukan Dukungan Cepat (Rapid Support Force) RSF telah mengambil alih dan menyerbu wilayah el Fasher, Ibu Kota bagian Darfur Utara, dengan membunuh sebanyak 2.200 orang serta 390 ribu warga terpaksa mengungsi pada akhir Oktober lalu.

REPUBLIKA.CO.ID, KHARTOUM— Di tengah meningkatnya ketegangan konflik di wilayah Darfur (Sudan Barat), kota El Fasher menjadi garis pertahanan pertama dalam menghadapi pasukan Rapid Support Forces (RSF), sebelum akhirnya jatuh ke tangan mereka setelah pengepungan yang berlangsung lebih dari 18 bulan.

Pengepungan yang digambarkan para pengamat sebagai "yang terberat dan terpanjang" sejak pecahnya perang Sudan, karena kota itu dikepung sepenuhnya, penduduknya dirampas makanan dan obat-obatan, dan sumber daya pertahanannya terkuras habis dengan terputusnya jalur pasokan militer.

Organisasi-organisasi PBB memperingatkan bahwa lebih dari 260 ribu warga sipil tetap terkepung di dalam kota, termasuk sekitar 130 ribu anak-anak.

Ratusan orang meninggal karena kelaparan, penyakit, dan kurangnya perawatan, dalam apa yang digambarkan Organisasi Kesehatan Dunia sebagai bencana kemanusiaan terburuk yang diam-diam terjadi di Darfur selama dua dekade.

Meskipun penguasaan pasukan dukungan cepat atas Al-Fasher merupakan perubahan signifikan di lapangan, para analis berpendapat bahwa perkembangan ini tidak selalu mencerminkan perubahan strategis yang menentukan dalam keseimbangan perang.

Pasukan ini berusaha memperkuat pengaruh politiknya sebelum negosiasi yang mungkin terjadi. Sementara tentara Sudan terus membombardir lokasi mereka dari udara untuk merebut kembali inisiatif, di tengah laporan tentang pelanggaran besar-besaran terhadap warga sipil.

Keteguhan di bawah pengepungan

Penulis dan analis politik Diauddin Bilal mengatakan kepada Aljazeera, keteguhan Al-Fasher selama pengepungan hampir seperti keajaiban karena penduduknya bertahan dengan kekurangan makanan dan senjata yang parah.

Sementara milisi dukungan cepat menerima dukungan eksternal berupa senjata dan tentara bayaran dari beberapa negara.

Read Entire Article
Politics | | | |