Literasi Digital Diperlukan untuk Memilah Informasi

2 hours ago 3

Diskusi publik bertajuk Bahaya Disinformasi Influencer Bagi Persatuan Bangsa, di Jakarta, Kamis (18/9/2025).

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Aktivis Siberkreasi, Oktora Irahadi, menegaskan pentingnya literasi digital sebagai benteng utama menghadapi derasnya arus informasi di dunia maya. Ia menyampaikan bahwa Siberkreasi merupakan gerakan nasional literasi digital yang sudah berjalan sejak tahun 2017 dan akan terus berlanjut hingga 2025.

“Gerakan ini fokus pada peningkatan kesadaran masyarakat dalam bermedia digital. Ini menunjukkan komitmen panjang untuk menciptakan ruang digital yang sehat,” ujarnya dalam diskusi publik bertajuk "Bahaya Disinformasi Influencer Bagi Persatuan Bangsa", di Jakarta, Kamis (18/9/2025).

Oktora menyoroti kondisi media online di Indonesia yang saat ini berjumlah sekitar 38.000. Namun, hanya 183 media yang terverifikasi oleh Dewan Pers.

“Artinya, masih banyak media yang belum jelas kredibilitasnya. Situasi ini membuka peluang besar bagi munculnya disinformasi di tengah masyarakat,” tegasnya.

Ia juga mengingatkan pentingnya menerapkan prinsip “saring sebelum sharing” di media sosial. Menurutnya, ruang digital adalah ruang terbuka yang bisa diakses siapa saja, sehingga pengguna harus lebih berhati-hati sebelum membagikan konten.

“Jangan mudah posting atau sekadar memberi like. Pastikan dulu kebenaran informasi agar tidak ikut menyebarkan hoaks,” tambahnya.

Lebih lanjut, Oktora menyoroti peran besar influencer di dunia digital. Menurutnya, para influencer tidak selalu tampil di depan publik, tetapi mereka mampu mengarahkan opini masyarakat secara signifikan.

“Influencer bisa menjadi kekuatan positif jika digunakan dengan bijak. Tapi tanpa kontrol, mereka juga bisa menimbulkan dampak negatif yang besar,” jelasnya.

Dalam pengalamannya, Oktora pernah berinteraksi langsung dengan influencer terkait endorsement. Dari situ ia melihat bahwa penting bagi masyarakat untuk memahami siapa sebenarnya yang diuntungkan dalam setiap kasus.

“Kita harus kritis. Influencer bisa jadi aset untuk menyebarkan hal-hal positif, tapi juga bisa berbalik menjadi ancaman jika tidak ada kesadaran bersama,” ujarnya.

Read Entire Article
Politics | | | |