Market Share Masih 7,44 Persen, OJK Dorong Akselerasi Perbankan Syariah

5 hours ago 5

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat bahwa market share industri perbankan syariah di Indonesia masih di bawah 10 persen. OJK terus mendorong pertumbuhan industri ini melalui sejumlah arah kebijakan, di antaranya mendorong inovasi dan keunikan model bisnis.

“Industri perbankan syariah mencatatkan kinerja yang sebenarnya masih sangat positif dan stabil di tengah dinamika perekonomian domestik. Perbankan syariah juga masih mencatat pertumbuhan yang stabil pascapandemi Covid-19,” ujar Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae, dalam Konferensi Pers Rapat Dewan Komisioner (RDK) OJK Bulan Juni 2025 yang digelar secara virtual, Selasa (8/7/2025).

Dian mengungkapkan, market share perbankan syariah tercatat sebesar 7,44 persen per April 2025. Seiring itu, pembiayaan dan penghimpunan dana pihak ketiga (DPK) juga mengalami pertumbuhan, masing-masing sebesar 8,87 persen dan 7,08 persen secara year on year (yoy).

“Ini berkontribusi pada peningkatan total aset sebesar 8,54 persen yoy pada April 2025, yakni mencapai Rp 954,51 triliun,” kata Dian.

Industri perbankan syariah juga didukung oleh permodalan yang dinilai sangat memadai. Capital adequacy ratio (CAR) bank umum syariah berada di level 25,27 persen, dan bank pembiayaan rakyat syariah di level 20,89 persen, atau di atas ketentuan regulator.

Likuiditas juga tetap terjaga, tercermin dari rasio financing to deposit ratio (FDR) bank umum syariah (BUS) dan unit usaha syariah (UUS) yang berada di bawah 90 persen.

“Ini sejalan dengan strategi bank syariah dalam menjaga kinerja intermediasi dengan mengedepankan aspek kehati-hatian,” ujarnya.

Lebih lanjut, Dian menyampaikan bahwa dalam rangka mengakselerasi pengembangan industri perbankan syariah nasional, OJK telah menyusun road map pengembangan dan penguatan perbankan syariah Indonesia 2023—2027.

“Dalam road map tersebut terdapat lima arah kebijakan guna mendorong peningkatan kapasitas dan keunikan model bisnis perbankan syariah,” ujarnya.

Pertama, penguatan struktur dan ketahanan industri perbankan syariah melalui konsolidasi bank syariah dan penguatan UUS lewat kebijakan spin-off yang telah diterbitkan setahun lalu. Upaya ini juga mencakup efisiensi melalui sinergi dengan induk agar industri perbankan syariah lebih tangguh menghadapi tantangan.

Kedua, akselerasi digitalisasi perbankan syariah. Dian menilai bahwa daya saing perbankan kini sangat ditentukan oleh kemampuan dalam mengimplementasikan teknologi informasi, sehingga digitalisasi menjadi prioritas penting.

Upaya ini difokuskan pada penguatan ketahanan teknologi informasi dan percepatan layanan digital perbankan syariah dengan adopsi teknologi canggih, guna menghadirkan layanan yang cepat, tepat, dan inovatif.

Ketiga, penguatan karakteristik perbankan syariah. Di antaranya melalui pembentukan Komite Pengembangan Keuangan Syariah (KPKS) yang bertujuan memperkuat tata kelola syariah dan mempercepat pertumbuhan industri. KPKS secara resmi diluncurkan pada Selasa (8/7/2025).

Keempat, peningkatan kontribusi perbankan syariah terhadap pertumbuhan ekonomi nasional melalui peningkatan literasi dan inklusi keuangan syariah. Dian menyoroti pentingnya peningkatan peran bank syariah di sektor UMKM dan industri halal.

“Inklusi keuangan masih menjadi tantangan besar karena saat ini market share keuangan syariah baru sekitar 7 persen. Maka strategi ini penting untuk memperluas akses keuangan syariah,” terangnya.

Kelima, penguatan pengaturan, perizinan, dan pengawasan. Dian menekankan bahwa OJK telah mengeluarkan sejumlah kebijakan untuk memperkuat bank syariah.

“Kelima pilar tersebut harus dilakukan secara konsisten dan menyeluruh untuk mewujudkan visi mengembangkan perbankan syariah yang sehat, efisien, berintegritas, dan berkontribusi terhadap perekonomian nasional demi mencapai kemaslahatan masyarakat,” tegasnya.

Read Entire Article
Politics | | | |