NU Bekasi Protes Kebijakan Gubernur Jabar, Ponpes Bisa Gulung Tikar

4 hours ago 3

REPUBLIKA.CO.ID, BEKASI -- Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Kabupaten Bekasi melayangkan protes atas kebijakan Gubernur Jawa Barat (Jabar) Dedi Mulyadi. Hal itu berkaitan penyerahan ijazah secara sukarela oleh sekolah kepada seluruh siswa.

Aksi protes disampaikan melalui forum audiensi dihadiri pengurus PCNU, RMI-NU, Forum Pondok Pesantren (Ponpes), Badan Musyawarah Perguruan Swasta (BMPS) serta perwakilan pesantren. Mereka diterima pimpinan DPRD Jawa Barat Acep Jamaludin dan anggota Fraksi PKB Rohadi di Kantor DPRD Jawa Barat, Kota Bandung, Rabu (22/5/2025).

"Kami sangat menyayangkan kebijakan tersebut karena tidak berpihak pada kalangan pesantren bahkan kebijakan tersebut adalah dzalim. Ini sangat menyedihkan," kata Ketua PCNU Kabupaten Bekasi KH Atok Romli Mustofa di Kota Bandung, Rabu.

Dia menyatakan, kebijakan tersebut justru menimbulkan keresahan, khususnya bagi kalangan pesantren. Sebab, tidak melalui kajian secara komprehensif dan partisipatif melainkan spontanitas, intimidatif dan hanya bersifat intuitif Gubernur Dedi.

Kebijakan itu bahkan disertai ancaman kepada pesantren atau sekolah yang menolak tidak akan menerima program bantuan pendidikan menengah universal (BPMU) hingga pencabutan izin operasional. Menurut dia, dampak kebijakan itu bagi lingkungan pesantren tidak main-main untuk jangka pendek hingga panjang.

Hal itu mengingat ponpes mendidik dan membina santri tidak hanya di sekolah melainkan 24 jam penuh. Atok menganalogikan, teori kebutuhan Abraham Maslow di mana ada kebutuhan fisiologis, keamanan, sosial, penghargaan dan aktualisasi diri yang sudah diberikan oleh pesantren kepada semua santri tanpa pandang bulu dan status sosial.

"Ada biaya yang sangat besar yang dikeluarkan pesantren secara mandiri untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Berbeda dengan sekolah negeri yang secara pembiayaan dipenuhi oleh pemerintah," kata Atok.

Pengasuh Ponpes Yapink Pusat KH Kholid menyatakan, pesantren hadir jauh sebelum Indonesia berdiri. Menurut dia, para pendiri pesantren sejak awal berdiri telah fokus untuk berkontribusi bagi masyarakat melalui pendidikan mandiri.

Dia mengaku dalam jangka pendek, pengelolaan pondok pesantren dapat dipastikan terhambat oleh kebijakan itu. Para alumni dari beragam latar belakang datang ke pesantren untuk meminta hak berlandaskan arahan Gubernur Dedi.

Baca: Prajurit Tua dan Negeri Pelupa: Kami Rebut, Kalian Duduki

"Sedangkan di sisi lain, ada hak pesantren yang tidak terpenuhi. Tentu hal tersebut akan mengganggu proses belajar mengajar di lingkungan pesantren," kata Kholid.

Kebijakan tersebut juga akan menimbulkan potensi banyak pesantren gulung tikar dalam waktu dekat karena masalah finansial. "Banyak kasus di Kabupaten Bekasi yang satu pesantren saja sudah mengeluarkan Rp 1 miliar-Rp 1,7 miliar uang keluar yang belum dilunasi oleh para alumni," ucap Kholid.

Persoalan lebih serius berpotensi dialami pesantren dalam jangka panjang yakni degradasi akhlak. Semisal tidak ada lagi takdzim kepada guru dan pesantren karena seolah-olah pemerintah sedang mengadu-domba santri dengan pesantren yang menahan ijazah.

"Orang tua dan santri tidak diajarkan tanggung jawab untuk memenuhi kewajiban. Maka yang akan rusak adalah generasi bangsa. Tidak akan terwujud generasi emas yang dicita-citakan," ujar Kholid.

Read Entire Article
Politics | | | |