Luka (ilustrasi). Apoteker secara tegas tidak menyarankan penggunaan oli bekas atau air liur ketika melakukan perawatan luka.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketika terjadi luka, baik itu luka gores kecil maupun luka yang lebih dalam, masyarakat Indonesia masih sering terikat pada mitos dan kebiasaan lama yang diwariskan secara turun-temurun. Sayangnya, banyak dari praktik ini, seperti penggunaan oli bekas atau air liur, justru sangat tidak disarankan dari sudut pandang medis dan farmasi.
Apoteker lulusan Universitas Gajah Mada (UGM), Apt Dr Lusy Noviani, MM, secara tegas tidak menyarankan penggunaan kedua bahan tersebut ketika melakukan perawatan luka. “Kadang kita di kefarmasian, mungkin teman-teman vokasi dan apoteker sering ketemu ya (di tempat praktik), kalau lukanya ringan, kecil ya abaikan aja, kadang itu sembuh sendiri. Padahal prinsip penatalaksanaannya bukan mengobati luka, tapi mengatasi juga komplikasinya,” kata Lusy dalam konferensi pers di Jakarta, beberapa waktu lalu.
Lusy mengatakan isu yang beredar mengenai penggunaan keduanya merupakan mitos yang sudah lama beredar dalam masyarakat dan justru membahayakan area tubuh yang sudah terluka. Penggunaan air liur yang dikatakan mempercepat penyembuhan luka menurutnya bukanlah hal yang tepat. Air liur dapat menyebabkan infeksi karena berisiko membawa bakteri lain masuk melalui luka.
Sementara penggunaan oli yang dipercaya dapat mendinginkan luka, akan mempersulit tenaga medis untuk melihat luka dan memperparah kondisi pasien yang bersangkutan karena dituang dalam keadaan kotor. Lusy menyatakan mitos-mitos semacam itu sampai hari ini merupakan salah satu tantangan bagi dunia kefarmasian dalam mengedukasi serta menyajikan tata cara perawatan luka yang valid pada masyarakat. Ditambah masih ada pihak-pihak yang menganggap luka kecil sebagai hal yang remeh.
Untuk itu, Lusy berpesan pada seluruh apoteker untuk berinisiatif memberikan edukasi serta melakukan pemeriksaan yang rinci sebelum meresepkan sejumlah obat. Ia mengatakan pemeriksaan dapat dimulai dengan melihat kondisi luka pasien untuk memastikan apakah luka bisa ditangani atau membutuhkan kolaborasi dengan dokter untuk dirujuk ke rumah sakit.
“Apakah lukanya luka ringan atau lukanya memang sudah berat, takut atau prognostik kedalaman luka dan seterusnya,” kata dia.
Kemudian yang kedua, tanyakan apakah ada faktor-faktor yang membuat pasien ini perlu diperhatikan. Misalnya pasien memiliki alergi atau ada komorbid untuk memastikan tata laksana yang diberikan berbeda dari luka biasa.