Ekonom: Indonesia Jangan Terlalu Lunak Hadapi Trump

4 hours ago 3

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Ekonom Universitas Andalas, Prof Syafruddin Karimi, mengingatkan pemerintah agar tidak bersikap terlalu lunak dalam merespons kebijakan tarif impor yang diumumkan Presiden Amerika Serikat Donald Trump. Menurut dia, Trump selama ini tidak memberi ruang kesepakatan yang adil dengan negara mitra, termasuk Indonesia.

“Tidak akan ada fair deal dengan Trump. Kita jangan terlalu generous buat Trump, sementara tetap saja dalam kondisi tidak pasti,” kata Karimi, Selasa (8/7/2025).

Ia menilai kebijakan dagang Trump tidak mencerminkan kerja sama yang setara, tetapi lebih menekan negara lain untuk mengikuti kemauan AS. Bahkan, negara-negara anggota BRICS pun tak luput dari ancaman tarif tambahan jika dinilai tak sejalan.

“Yang dia mau submissive trade, di mana setiap negara berserah diri saja pada kemauan kebijakan Trump secara sepihak,” ujarnya.

Pernyataan Karimi disampaikan menyusul rencana pemerintah mengirim Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto ke Washington. Airlangga dijadwalkan bertemu langsung dengan pejabat AS guna membahas kebijakan tarif impor terhadap Indonesia yang diumumkan Trump pada 7 Juli lalu.

“Menko Airlangga dijadwalkan akan mengadakan pertemuan dengan perwakilan Pemerintah AS untuk mendiskusikan segera keputusan tarif Presiden AS Donald Trump untuk Indonesia yang baru saja keluar,” kata Juru Bicara Kemenko Perekonomian, Haryo Limanseto.

Haryo menegaskan pemerintah masih memiliki ruang diplomasi. “Karena masih tersedia ruang untuk merespons sebagaimana yang disampaikan oleh Pemerintah AS, Pemerintah Indonesia akan mengoptimalkan kesempatan yang tersedia demi menjaga kepentingan nasional ke depan,” ujarnya.

Trump dalam surat resminya menyatakan mulai 1 Agustus 2025, seluruh produk asal Indonesia yang masuk ke pasar AS akan dikenai tarif impor sebesar 32 persen. Tarif ini disebut sebagai “tarif resiprokal” untuk menyeimbangkan defisit perdagangan AS dengan Indonesia.

Trump juga mengancam akan menaikkan tarif lebih tinggi jika Indonesia melakukan tindakan balasan. Namun, ia membuka peluang bebas tarif bila Indonesia bersedia membangun pabrik atau memproduksi barang langsung di wilayah AS.

Indonesia menjadi salah satu dari sedikit negara yang justru mendapat kenaikan tarif dalam pengumuman terbaru, berbeda dengan Malaysia, Thailand, dan Kamboja yang tarifnya tetap.

Read Entire Article
Politics | | | |