REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG--Politeknik Pariwisata (Poltekpar) NHI Bandung telah menggelar The 5th NHI Tourism Forum 2025. Yakni, sebuah forum akademik yang mengusung tema strategis “Tourism Diplomacy: Soft Power Strategies for Peacebuilding.”
Menurut Kepala Unit Pelayanan Teknologi Informasi dan Komunikasi Publik Politeknik Pariwisata NHI Bandung, Riki Rahdiwansyah, kegiatan ini menegaskan peran penting pariwisata sebagai medium diplomasi yang mampu memperkuat saling pengertian, kolaborasi, dan harmoni global. Tahun ini, forum kembali meneguhkan komitmen Politeknik Pariwisata NHI Bandung terhadap upaya pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SDGs) Perserikatan Bangsa-Bangsa. Sekaligus, memantapkan posisinya sebagai Regional Center for Peace Tourism Research.
"Diskusi yang berlangsung menggambarkan betapa pariwisata tidak sekadar industri jasa, melainkan sarana dialog dan interaksi budaya yang berdaya besar dalam mendorong perdamaian," ujar Riki dalam keterangan resminya, Jumat (14/11/2025).
Pada setiap sesi, kata dia menghadirkan para tokoh kunci yang membahas penerapan soft power dalam sektor pariwisata. Beberapa pokok bahasan strategis meliputi Keynote Session. Yakni, menantang peserta untuk meninjau ulang urgensi aksesibilitas bagi penyandang disabilitas.
"Topik ini disorot sebagai isu fundamental terkait martabat, penghormatan, serta hak kesetaraan dalam berpartisipasi pada kegiatan pariwisata," katanya.
Kemudian, kata dia, Plenary Session yakni mengupas peran pariwisata berbasis komunitas, tata kelola perjalanan yang berkelanjutan, pelestarian warisan budaya, dan pemanfaatan inovasi digital. "Diskusi menegaskan bahwa elemen-elemen ini merupakan instrumen efektif dalam menjadikan pariwisata sebagai sarana merajut perdamaian," katanya.
Kemudian, kata dia, Parallel Sessions yakni memperlihatkan implementasi nyata tema forum melalui studi kasus dari berbagai daerah. Yaitu, mulai dari diplomasi budaya di Pasar Malam Ngarsopuro dan Jalur Rempah, praktik astrotourism di Malaysia, agro-ecotourism di Lampung, hingga strategi ketahanan komunitas di Garut dan Jawa Tengah. "Sesi ini menunjukkan bagaimana konsep tourism as a soft power for peacebuilding benar-benar diwujudkan dalam praktik lapangan," katanya.
Diskusi dalam forum ini, kata dia, menekankan bahwa diplomasi pariwisata sejatinya tumbuh dari kehidupan sehari-hari masyarakat di destinasi. Yakni, dari desa-desa yang hidup dengan tradisinya, kemeriahan festival rakyat, ekonomi kuliner lokal yang berkembang, konektivitas digital, hingga pelestarian cerita rakyat.
Pesan yang paling ditekankan, kata dia, adalah pariwisata harus berangkat dari penghormatan terhadap masyarakat lokal, keberlanjutan lingkungan, serta pembangunan yang adil dan merata. Diplomasi pariwisata tidak hanya hadir dalam skala global—ia dimulai dari interaksi sederhana antara wisatawan dan komunitas tuan rumah.
The 5th NHI Tourism Forum 2025, kata dia, menjadi ruang pengukuhan komitmen bersama dalam membentuk masa depan pariwisata yang damai, inklusif, dan berkelanjutan. Para peserta didorong untuk menerjemahkan jaringan dan wawasan yang diperoleh ke dalam penelitian lanjutan serta kolaborasi konkret.
"Politeknik Pariwisata NHI Bandung percaya bahwa pariwisata memiliki potensi besar sebagai motor penggerak perdamaian global, dan forum ini menjadi langkah penting dalam mewujudkan strategi soft power tersebut melalui pendidikan, praktik, dan kerja sama lintas negara," paparnya.

2 hours ago
3












































