Menteri PPPA Ajak Santri Bijak Berinternet, Cegah Bullying dan Eksploitasi

4 hours ago 3

Bullying (ilustrasi). Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Arifah Fauzi, mengajak seluruh santri di Indonesia untuk menggunakan internet dan memanfaatkan ruang digital secara bijaksana dan penuh kehati-hatian.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Arifah Fauzi, mengajak seluruh santri di Indonesia untuk menggunakan internet dan memanfaatkan ruang digital secara bijaksana dan penuh kehati-hatian. Ajakan ini disampaikan mengingat pesatnya perkembangan teknologi juga membuka celah risiko bahaya yang mengancam pengguna, terutama anak-anak dan remaja.

Menurut Menteri Arifah, ruang digital memiliki potensi besar menjadi arena terjadinya kekerasan, perundungan (bullying), dan eksploitasi seksual online. Dia menyebut, pesantren memiliki posisi strategis dalam membentuk karakter generasi muda Indonesia yang berakhlak dan berjiwa kebangsaan.

Tidak ada kode iklan yang tersedia.

"Perlindungan anak merupakan hal esensial jika kita ingin mencapai Indonesia yang maju. Anak-anak adalah calon pemimpin bangsa yang wajib kita lindungi. Karena itu kolaborasi dengan pesantren menjadi langkah penting untuk memastikan setiap anak terlindungi dan mendapatkan haknya atas pendidikan yang aman dan bebas dari tindak kekerasan," kata Arifah Fauzi dalam keterangan di Jakarta, Senin (27/10/2025).

Hal itu dikatakannya dalam "Seminar Pesantren Ramah Anak" di Pondok Pesantren Lirboyo, Kediri, Jawa Timur. Arifah menyoroti tantangan perlindungan anak di era digital yang semakin kompleks.

Oleh karena itu, KemenPPPA terus mendorong penerapan Pesantren Ramah Anak, yakni pesantren yang menjunjung nilai kemanusiaan, menghormati hak anak, serta menumbuhkan budaya pengasuhan tanpa kekerasan. "Kami berkomitmen memperkuat ekosistem perlindungan anak di lingkungan pesantren melalui berbagai langkah strategis. Di antaranya, integrasi prinsip perlindungan anak ke dalam tata kelola pesantren bersama Kementerian Agama, pelatihan bagi para pengasuh, ustadz, dan ustadzah tentang pengasuhan tanpa kekerasan, pembentukan Satgas Perlindungan Anak Pesantren (Satgas PAP), serta penguatan sistem pelaporan dan pengaduan berbasis pesantren melalui SAPA 129 dan SIMFONI PPA," kata dia.

Menurut Arifah, penanganan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak memerlukan kolaborasi dan kerja sama dari seluruh pihak.

Untuk itu, ia mengajak semua elemen untuk bersinergi dalam upaya pencegahan agar kekerasan terhadap perempuan dan anak tidak terjadi di lingkungan pesantren maupun di tempat lainnya. "Pesantren Ramah Anak adalah cermin tekad kita membangun Indonesia yang beradab dan berkeadilan. Mari kita jadikan pesantren sebagai rumah kasih bagi anak-anak kita," kata dia.

Read Entire Article
Politics | | | |