REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Perlindungan Konsumen, dan Edukasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Friderica Widyasari Dewi menyampaikan sektor perbankan menjadi pendorong utama peningkatan indeks literasi dan inklusi nasional. Friderica mengatakan indeks literasi keuangan tertinggi berasal dari sektor perbankan sebesar 65,50 persen, disusul sektor pergadaian (54,74 persen) dan lembaga pembiayaan (46,66 persen).
"Kalau kita lihat berdasarkan sektor jasa keuangan, tingkat literasi dan inklusi keuangan nasional 2025 ditopang oleh sektor perbankan. Ini kita melihat memang di sekeliling kita, masyarakat kita kebanyakan memang sangat familiar atau sudah menggunakan rekening bank," ujar Friderica saat rilis hasil Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) di kantor BPS, Jakarta, Jumat (2/5/2025).
Sebaliknya, lanjut Friderica, sektor dengan literasi keuangan terendah adalah lembaga keuangan mikro (9,8 persen), pasar modal (17,78 persen), dan fintech lending (24,90 persen). Sementara itu, pada sisi inklusi keuangan, Friderica sampaikan, sektor perbankan kembali mencatat angka tertinggi sebesar 70,65 persen, diikuti sektor perasuransian sebesar 28,50 persen. Adapun indeks inklusi keuangan terendah berasal dari sektor lembaga keuangan mikro (1,2 persen) dan pasar modal (1,34 persen).
Friderica mengatakan indeks literasi keuangan nasional 2025 tercatat sebesar 66,46 persen melalui metode keberlanjutan, dan 66,64 persen menggunakan metode cakupan Dewan Nasional Keuangan Inklusif (DNKI) atau meningkat dari 2024 yang sebesar 65,43 persen. Sementara itu, indeks inklusi keuangan nasional juga mengalami lonjakan dari 75,02 persen pada tahun 2024 menjadi 80,51 persen (metode keberlanjutan) dan 92,74 persen (metode cakupan DNKI) pada tahun ini.
Namun demikian, Friderica katakan, hasil SNLIK 2025 juga mengungkapkan tingkat literasi dan inklusi keuangan belum merata di seluruh lapisan masyarakat. Friderica menyampaikan kelompok dengan indeks terendah tercatat pada perempuan, masyarakat perdesaan, serta kelompok umur 15–17 tahun dan 51–79 tahun.
"Masyarakat dengan pendidikan rendah (SMP sederajat ke bawah) dan masyarakat yang bekerja sebagai petani, peternak, pekebun, dan nelayan juga masih tertinggal dalam hal literasi dan inklusi keuangan," kata Friderica.