26 Februari dan Lelaki Pendiam Itu

2 weeks ago 10

Image Natasya Michelle

Curhat | 2025-10-08 21:58:01

Ada saat-saat yang datang tanpa diduga, dan mereka secara diam-diam mengubah hidup kita. Aku percaya bahwa itu dimulai pada 26 Februari 2022. Hari ketika aku pertama kali berbicara dengannya dan mengetahui namanya Ia tidak terlalu tinggi atau pendek untuk menonjol di antara orang-orang.

Dia tampaknya pemalu, pendiam, dan mungkin introvert menurut pkamungan pertamaku. Ia mirip dengan tidak memiliki banyak teman. Itu yang membuatnya menarik. Ada sesuatu yang mendorongku untuk lebih mengenal dia. Kami bertemu lagi esok untuk tugas yang sama. Aku berusaha mendekatinya, mencoba memulai percakapan, dan mencari celah untuk lebih mengenalnya.

Karena belum sempat makan siang, aku jatuh sakit selama kegiatan. Pulang ke rumah juga kehujanan. Malam itu, ponselku bergetar. Itu adalah pesan yang dia kirimkan. “Tadi kamu sebenernya kenapa?” dia menulis. Setelah membaca pesannya, aku tersenyum. Aku menjawab dengan jujur, “Gapapa, Cuma ngedrop aja karena belum makan siang.” “Kurang lebih 17.30 kayaknya, ga liat jam,” jawabnya.

“Kamu sekarang gapapa?” Aku bertanya, “Ngga apa-apa.” Aku berterima kasih atas rasa khawatir Kamu. Itu adalah topik diskusi malam itu. Tidak ada tanggapan berikutnya. Mungkin pesan aku tersembunyi di antara notifikasinya. Namun, aku tidak peduli.

Karena ia menunjukkan sedikit perhatian hanya melalui pesan WhatsApp ada rasa panas yang muncul. Aku terkejut. Mungkin aku mengalami emosi. Setelah itu, kami bertemu lebih sering. Kami berbagi pesan, bermain game online, dan bahkan mengikuti satu sama lain di Instagram. Rasa itu tumbuh pelan-pelan seiring berjalannya waktu. Aku berencana menghadiri agenda organisasi pada suatu sore yang hujan deras. Kupakai mantel hujan dengan tergesa-gesa, karena jalannya tergenang.

Aku terkejut ketika aku melihat jam di ponsel aku saat mengecek pesan yang dia kirimkan. Ia meminta aku pergi dengannya. Aku sempat menolak, karena aku tidak ingin menyusahkan orang lain. Namun, ia terus berkomitmen. Terakhir, aku berangkat bersamanya untuk pertama kalinya dengan sepeda motor miliknya. Hujan turun dengan deras di jalan. Di tengah derasnya hujan, aku merasakan perasaan yang tak pernah kuharapkan di atas jok motor itu. Perasaan itu tersembunyi.

Setelah aktivitas selesai, hujan mulai reda. “Hujannya masih deras, gimana kalo kita makan dulu?” ajaknya saat mengajakku makan di rumah makan mie ayam dan bakso. Terima tawarannya karena lapar. Meskipun aku memesan mie ayam, dia memesan bakso. Dinginnya kuah mie ayam mengusir tanganku. Sebelum makan, kami sempat melakukan doa. Di sela suapan, ia bertanya, “Kenapa pesennya mie ayam?” Aku tertawa kecil, “Karena aku lebih suka mie ayam daripada bakso.” Aku menjawab, “Bakso cepat habis, mie ayam tidak.” “Kalau aku lebih suka kamu gimana?” ia bertanya dengan nada ringan sambil menatapku.

Aku tersedak dan terkejut. Siapa yang berpikir bahwa perasaanku tidak selalu kuat? Siapa yang mengira lelaki pendiam itu menyukai gadis yang sering berperilaku aneh ini? “Hahaha, lelucon yang lucu,” aku berusaha menutupinya dengan tawa. “Tapi aku serius,” katanya, menatapku, “Aku suka kamu.” Kamu ingin mengisi kekosongan ini? Aku hanya diam. Antara keyakinan dan ketidakyakinan Apa benar ini mimpi? Apakah aku hanya bermimpi? Namun, ada kegembiraan yang menggembirakan di balik keraguan tersebut. Hatimu tidak kosong sama sekali. “Kamu hanya membuka pintu untuk memberiku ruang menemani setiap langkahmu,” jawabku pelan. “Jadi gimana?” tanyanya lagi. “Dengan senang hati,” jawabku akhirnya. Ia bersorak kecil dan mengatakan berulang kali, “Ya, ya.” Aku hanya dapat tersenyum. Hujan secara bertahap berhenti, dan stok makanan kami telah habis.

Kami segera pulang sebelum hujan lebih deras. Meskipun basah kuyup, aku merasa penuh warna hari itu. Ketika aku mendengar seseorang menyatakan cinta padaku, aku merasa lebih baik tentang diri aku sendiri. Sejak saat itu, kami sering berjalan bersama. Meskipun hanya satu kalimat, kami berbagi cerita satu sama lain. Kami berkomunikasi, membantu satu sama lain, dan melewati banyak hal bersama. Menurut teman-teman kami, kami terlihat cocok. Aku menikmati berjalan di bawah pohon bersamanya, mendengar angin, dan bahkan menerjang hujan dengannya. Ternyata, cinta membuatmu lebih bahagia.

Aku dilayani dengan baik olehnya. Karena aku memiliki pacar yang semanis dia, banyak temanku iri. Ia mengatakan bahwa aku adalah cinta pertamanya. Ia tidak pernah mencintai seseorang sebelumnya. Dia merasa hidupnya kosong dan tidak menarik. Dia menyatakan bahwa banyak hal diubah oleh kedatangan aku. Dan sekarang aku sadar bahwa tempat yang megah tidak selalu cocok untuk kisah cinta. Ia kadang-kadang muncul di tengah hujan, selama percakapan sederhana, atau bahkan melalui semangkuk mie ayam yang hangat.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Read Entire Article
Politics | | | |